Jumat, 27 Maret 2009

Makanan ruh

Manusia terdiri daripada komponen jasmani, akal, dan ruh, Sebagaimana jasmani, ruh itu juga perlu makan. Jasmani yang kurang makan akan lemas, lesu, tidak bertenaga. Ruh yang kurang santapan juga akan lapar. Kalau makanan jasmani sudah jelas, tempe goreng, soto betawi, opor ayam dll. Lha kalau makanan Ruh itu apa ?

Sebagaimana jasmani, Ruh juga perlu istirahat. Ruh juga akan lelah kalau tak pernah istirahat. Manusia tanpa ruh, maka ia cuma mayat. Ruh tanpa jasad (jasmani) maka ia juga belum bisa disebut manusia, mungkin masih di alam ruh. Jadi antara jasad dan ruh, harus ada “kerjasama” sehingga keduanya bisa bersatu menjadi manusia.

Manusia yang jasadnya sudah rusak dan akhirnya mati, maka ruh akan kembali kepada Sang Pencipta. Karena Ruh tidak bisa tinggal pada jasad yang mati. Ruh juga tidak mau tinggal di badan manusia yang tidak sempurna. Jika seorang wanita hamil, setelah 4 bulan (3 kali 40 hari), maka ruh akan masuk kepada jasad yang sempurna pertumbuhannya. Jka pertumbuhan jasad (yang sudah 120 hari) kurang sempurna pertumbuhannya, maka jasad tadi akan gugur (miscariage) .

Dalam Islam, bacaan al-Quran, al-Hadis dan lain-lain bukan sekadar makanan akal bahkan juga boleh dianggap sebagai makanan ruh. Aktivitas membaca dan mengkaji dalam Islam tidak dilihat dari segi kognitif semata-mata, ia harus disertai dengan aspek kejiwaan yang berusaha menjadikan ilmu yang diperolehi sebagai suatu landasan untuk merasakan kebesaran Allah, justru mendekatkan diri kepada-Nya. Banyak lagi makanan ruh yang boleh ‘disuapkan’ seperti berzikir, berdoa, berpuasa dan menziarahi kubur. Ruh yang sejahtera mampu mengatasi gangguan syaitan yang dapat mengganggu daya kreativitas.

Semasa manusia itu berada dalam dunia ini, dua hal perlu baginya.

Pertama , melindungi dan mengasuh(memelihara) Ruhnya dan
Keduanya , memelihara dan menyelenggara tubuhnya.

Makanan Ruh itu seperti yang tersebut sebelum ini, ialah Mengenal dan Cinta kepada Alloh.

Jika cinta itu ditumpukan sepenuhnya kepada " ghair Alloh" (selain Alloh), maka binasalah Ruh itu. Tubuh itu hanya ibarat binatang tunggangan bagi Ruh. Tubuh itu akan hancur tetapi Ruh tetap hidup. Ruh itu sepatutnya memelihara tubuh. Ibarat orang yang hendak mengerjakan Haji ke Mekah, ia perlu memelihara untanya, tetapi jika ia menghabiskan masa dengan memberi makan dan menghias untanya saja, maka kafilah akan meninggalkan ia di belakang dan binasalah ia di padang pasir.

Keperluan tubuh manusia itu terbagi kepada tiga saja yaitu makanan, pakaian, dan tempat tinggal. Tetapi keinginan tubuh yang ada pada seseorang untuk mendapatkan tiga hal itu cenderung melawan akal dan melebihkan dari tiga hal itu. Oleh itu, perlulah kemauan itu disekat dan dibatasi dengan undang-undang syariat yang dibawa oleh Rasul-Rasul.

Makhluk, merupakan hasil ciptaan dari Sang Maha Pencipta. yang dilengkapi tiga komponen utama oleh Sang Pemberi, yaitu : Jasad, Akal dan Ruh. Ketiganya diberikan untuk mendapat perhatian yang seimbang, tidak dilebihkan satu dari yang lain. Tidak dilebihkan komponen ruh atas kedua komponen yang lain, karena Sang Maha Pencipta mengetahui bahwa Dia mencipta manusia, bukan malaikat. Ketiganya harus memperoleh porsi perhatian yang sama, harus mendapatkan ‘makanan’ yang sama. Keseimbangan ini pun dapat kita perhatikan tidak hanya pada diri kita, manusia, tetapi juga pada makhluk Alloh lainnya (QS. 36 : 39-40)

Telah kita pahami, betapa perhatian kita terhadap komponen kedua, yakni Jasad, begitu berlebihan. Kita akan sedih bila tubuh kita terlalu kurus atau terlampau gemuk. Fitness Center tersedia dimana-mana untuk pemenuhan perhatian kepada komponen ini. Untuk makanannya pun kita tidak pernah alpa untuk memuaskannya. Yang paling bergizi tinggi selalu disediakannya, sengaja waktu disisakan untuk pergi berbelanja dan memasak hanya untuk sekedar memenuhi kebutuhan satu komponen ini. Dengan kata lain, kita telah dan akan senantiasa memperhatikan pertumbuhan dan komponen jasad ini.

Bagaimana dengan komponen yang ketiga, akal? Sama saja perhatian kita terhadap komponen ini. Selalu kita puaskan komponen ini dengan membaca dan menimba berbagai ilmu pengetahuan yang selalu up to date. Bahkan, pergi jauh meninggalkan keluarga dan sanak saudara untuk memenuhi ‘makanan’ bagi sang akal pun sanggup kita jalani. Kebutuhan jasad berupa makanan yang lezat dan minuman yng segar tak pernah sekalipun terlupakan. Begitu pula ‘makanan’ akal berupa ilmu pengetahuan senantiasa dicari dimana-mana walaupun jauh dari kampung halaman sekalipun. Lalu bagaimana perhatian kita terhadap komponen yang pertama?

Ruh, tentunya menuntut suatu pemuasan seperti halnya kedua komponen yang lain. Apakah kita sadar apa sebenarnya ‘makanan’ ruh ini? Apa yang terjadi manakala kita mengalami tingkat kesulitan, depresi yang amat sangat? Jiwa/ruh kita terombang-ambing, belajar tak mampu, makan dan minum pun tak enak. Itulah saat ruh menuntut suatu pemuasan tersendiri kepada suatu Dzat Yang Maha Esa, Alloh SWT. Tak sadar kita berdoa, memohon kiranya kesulitan yang menghimpit segera hilang. Benar! Ruh menuntut suatu pemuasan berupa pendekatan kepada Sang Pencipta. Makannya berupa ‘dzikir’, mengingat Alloh SWT.

Islam mengajarkan cara pemuasan yang sangat simpel dan lugas. Sholat 5 waktu. Apabila kita mampu belajar untuk memenuhi kebutuhan akal sampai 10 jam sehari, dan kalau kita sanggup menyisakan waktu 3 jam sehari untuk makan pagi siang dan malam, dan kalau kita mampu untuk tidur 6 jam sehari semata-mata untuk menjaga kondisi tubuh/jasad kita, mengapa kita (sebagai muslim) tidak mampu bahkan tidak mau menyisakan sekurangnya 5 x 10 menit sehari untuk sholat?

Seorang muslim yang baik mampu mengerahkan ketiga potensi yang diberikan kepadanya itu dengan cara-cara yang paling baik dan benar sesuai dengan petunjuk yang tertera dalam Al Qur’an dan juga Al Hadits.

Pengerahan ketiga potensi tersebut erat kaitannya dengan "tugas fungsional utama" yang diberikan Aloh SWT yaitu sebagai "Khalifah fil Ardh" sebagaimana yang ditegaskan Alloh SWT dihadapan para malaikat tatkala akan menciptakan manusia di jagad raya, Alloh SWT berfirman :
"Dan ingatlah ketika Robb-mu berkata kepada malaikat: ‘Sesungguhnya Aku akan menjadikan seorang Khalifah di muka bumi…’ "
(QS. Al Baqarah, 002 : 030)
Untuk tugas utama yang telah diberikan inilah, Alloh SWT menyertakan ketiga komponen utama yang tidak diberikannya kepada makhluk yang lain (mahluk lain memperoleh secara parsial saja). Ketiga komponen itu, seperti yang telah diungkapkan adalah Ruh, Akal dan Jasad yang disebut Alloh sebagai "Ahsani Taqwim" (sebaik-baik penciptaan).

Ruh / Jiwa / Hati, disiapkan Sang Pencipta untuk menangkap dan meyakini sesuatu yang bersifat abstrak / ghaib / unreal, yang tidak mungkin dicerna oleh akal dan badan. Badan / Tubuh / Raga, merupakan instrumen pelksana dalam hal-hal yang menyangkut kerja fisik, seperti berjan, berlari, makan, minum, reproduksi, dsb. Sedangkan Akal berfungsi untuk mengkaji serta mencerna fenomena alam yang bersifat ilmiah, sehingga dari kajian tersebut akan lahir perkembangan Ilmu dan Teknologi.

Ternyata Alloh SWT tidak hanya memberikan ketiga potensi internal itu saj di sisi lain Dia pun menurunkan "Guide Book", Al Qur’an Al Karim, sebagai pedoman hidup manusia untuk mengerahkan potensinya semaksimal mungkin.

Sebagai potensi eksternal, pokok-pokok isi Al Qur’an sangat cocok dengan 3 potensi internal tersebut. Pada garis besarnya, Al Qur’an terdiri dari 3 hal utama (potensi eksternal) yaitu :

1. Iman yang bersifat ghaib;
2. Hukum (perdata dan pidana); dan
3. Ilmu Pengetahuan.

Agar penelaahan dan pengaplikasian ketiga komponen eksternal itu dapat dilakukan secara tepat, maka manusia perlu menggunakan ketiga potensi internanya secara akurat. Sebab, apabila penelaahan tersebut memakai pendekatan dan alat yang salah, akan terjadi disfungsionalisasi yang berakibat kesesatan dan kerusakan. Dan manusia baru dapat melakukannya hanya dengan memahami islam melalui pendidikan islam yang menyeluruh dan mencakup semua komponen di atas.

Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". (QS. Al-Isra': 85)

Allohu’lam bish showab.

Apa itu Ruh

Sama siapa ? sapa pak Heriyadi teman di BPDE yang sekarang pindah ke KPU, ketika bertemu di RS Petala Bumi. sama Ruh jawabku dengan enteng. sebelum dia menanya lebih lanjut aku jelaskan bahwa yang sakit adalah jasadku, lagi batuk pilek biasa lagi musim hujan. wah juragan kalung sakit juga katanya sambil terkekeh..
Dalam kehidupan sehari-hari sering kita dibingungkan oleh pemahaman akan jiwa dan ruh. Sebagian masyarakat berpendapat bahwa jiwa dan ruh itu berbeda maknanya. Masyarakat meyakini bahwa jiwa manusia itu berada di balik hati nurani. Mereka meyakini pula jika di saat kita tidur, ruh kita terbang dan ruh itu nantinya akan kembali pada kita jika Allah menginginkan. Sementara, sebagian masyarakat lainnya menganggap bahwa jiwa dan ruh bermakna sama. Jiwa adalah ruh, dan ruh adalah jiwa. Lantas, manakah yang benar? Apakah jiwa itu? Apakah jiwa memiliki persamaan makna dengan ruh? Benarkah anggapan masyarakat tentang jiwa yang bersemayam di balik hati nurani?

Potensi jiwa berada di balik kemampuan otak. Dengan kata lain, kekuatan otak merupakan kekuatan jiwa. Sementara, ruh adalah suatu anugerah dari Allah yang dimiliki oleh manusia. Ruh merupakan anugerah yang besar karena setiap ruh (baca: ruh manusia) mewarisi sebagian sifat-sifat Allah. Maha Suci dan Maha Besar Allah atas segala sesuatu yang dikehendakiNya.

Pengertian umum jiwa dan ruh
Jiwa adalah dzat di dalam diri kita yang memiliki kemampuan untuk memilih. Sedangkan ruh adalah dzat yang menyebabkan munculnya kehidupan pada benda-benda mati sekaligus menularkan sifat-sifat ketuhanan kepadanya. Dengan ditiupkannya ruh, maka sesuatu yang tadinya mati, tak bernyawa, menjadi ada atau hidup. Allah mengimbaskan sebagian dari sifat-sifatNya kepada manusia lewat ruh, sehingga disamping bersifat hidup, manusia juga memiliki kehendak, kasih sayang, keikhlasan, dan sifat-sifat lain yang membuat manusia berderajat lebih tinggi dibandingkan makhluk ciptaan Allah lainnya yang hanya terimbas sifat hidup saja.
Perbedaan jiwa dengan ruh
1. Berdasarkan subtansi
Dalam QS. A Nahl (16):78, QS. Yusuf:22, QS. Al Insaan (76):1, dan QS. Asy Syam (91):7-10 dijelaskan bahwa jiwa merupakan dzat yang labil kualitasnya. Bisa naik, turun, kotor, bersih, dan seterusnya. Perkembangan kualitas jiwa seseorang terjadi seiring dengan pengalaman hidup, ilmu, dan umurnnya. Sementara, ruh dalam QS. Al Hijr (15):29, QS. Tahrim (66):12, QS. As Sajdah (32):9 digambarkan sebagai dzat yang selalu baik, suci, dan berkualitas tinggi. Bahkan merupakan ‘turunan’ dari Dzat Ketuhanan.
2. Berdasarkan fungsi
Jiwa adalah ‘sosok’ yang bertanggung jawab atas segala perbuatan kemanusiannya. Jiwa memiliki kebebasan untuk memilih kebaikan atau keburukan dalam hidupnya.
Pertanggungjawaban itu akan dipikul oleh jiwa ketika ia dikembalikan ke badannya pada hari kebangkitan kelak. Berbeda dengan jiwa, ruh merupakan anugerah Allah yang menularkan sebagian sifat-sifat Allah. Dengan ditiupkannya ruh, saat itulah manusia dapat bernafas.
Intinya, ruh berfungsi sebagai ‘sesuatu’ yang menjadikan manusia itu hidup dan jiwa merupakan ‘sosok’ penentu setiap pilihan dalam kehidupan. Perbedaan makna jiwa dengan ruh dapat kita lihat dalam kegiatan sehari-hari. Tatkala seseorang terlelap dalam tidur, hembusan nafas dan detak jantungnya masih terdengar karena yang ditahan oleh Allah adalah jiwanya, bukan ruhnya. [QS. Az Zumar (39):42]
3. Berdasarkan sifat
Jiwa berpotensi dapat merasakan kesedihan, kegembiraan, ketenangan, dll. Sedangkan ruh bersifat stabil. Ruh adalah kutub positif dari sifat kemanusiaan sebagai lawan dari sifat setan yang negatif.
Keberadaan jiwa dan ruh
Posisi Jiwa berpusat di otak, yaitu pada sektor-sektor tertentu di dalam otak. Lantas dimanakah posisi ruh? Sebagaiman kita ketahui bahwa sel merupakan unit terkecil kehidupan. Setiap sel mampu melaksanakan aktifitas kehidupan, seperti respirasi oleh mitokondria, sekresi oleh kompleks golgi, serta proses pencernaan oleh lisosom. Selanjutnya sel-sel itu bersatu membentuk jaringan-organ-sistem organ-organisme, yaitu manusia, alias kita. Secara tidak langsung kita telah menemukan jawaban bahwa ternyata ruh itu bersemayam di setiap sel tubuh. Subhanallah!
Dalam buku disimpulkan bahwa Allah menciptakan manusia dari unsur tanah dan kemudian meniupkan sebagian RuhNya kepada badan itu. Maka hiduplah ‘bahan organik tanah’ menjadi badan manusia. Akibat dari bersatunya badan dan ruh, sejak saat itu pula mulai aktiflah jiwa manusianya. Jadi jiwa dalah ‘akibat’. Jiwa muncul akibat interaksi antara ruh dengan badan. Jiwa dapat mengikuti petunjuk ruh lantas menuju pada kebaikan atau justru tertarik pada badan yang cenderung mengtuhankan hawa nafsu dan menggiring manusia pada keburuka
Jika kita mengumpamakan aktifitas tubuh manusia sama dengan aktifitas robot, maka ruh-manusia itu bagaikan suatu operating system robot. Sementara jiwa sama halnya dengan program aplikasinya. Dan pusat pengendalian program aplikasi tersebut berada di ‘otak’ robot yaitu CPU. Dari pengandaian tersebut, jelaslah bahwa jiwa itu bersemayam di otak. Sebagaimana suatu program aplikasi yang bersemayam dan dikendalikan oleh CPU sebagai otak komputer.
Berdasarkan pemahaman itu, kita tidak dapat mengelak lagi jika kekuatan otak merupakan penentu kekuatan jiwa. Seseorang yang mengalami gangguan pada sel-sel otaknya, tentu akan terguncang kesehatan jiwanya. Entah besar atau kecil skala kerusakan sel-sel otak itu berdampak pada besar atau kecilnya gangguan kesehatan jiwanya. Orang yang ‘bermasalah’ dengan jiwanya, yang lebih umum kita sebut dengan ‘gila’, dalam penanganan medisnya, tidak hanya melibatkan dokter psikis atau dokter jiwa, namun juga mendapatkan intervensi dokter syaraf. Secara tersirat kesimpulan kita terbukti, jika kekuatan jiwa erat kaitannya dengan kekuatan otak.
Seorang korban kecelakaan yang mengalami kerusakan pada syaraf-syaraf penciumannya, menyebabkan ia tidak mampu lagi membedakan bau benda-benda di sekelilingnya ataupun aroma masakan. Syaraf penciumannya tidak dapat mengolah dengan baik setiap implus bau atau aroma yang dikirim oleh indera penciuman, yaitu hidung. Coba bayangkan, bagaimana menderitanya orang tersebut! Bagaiman perasaanya?! Sangat tersiksa pastinya. Tidak menutup kemungkinan, jiwanya terguncang dalam persentase yang kecil atau bahkan besar. Jadi sekali lagi, kesehatan otak adalah kesehatan jiwa.
KELEBIHAN, KEKURANGAN, DAN KEBERMANFAATAN
Buku “Menyelam ke Samudera Jiwa dan Ruh” selain membantu kita dalam memahami akan makna jiwa dan ruh, juga memberikan beberapa manfaat pada kita antara lain: pertama, kita menjadi semakin tahu dan mengagumi betapa Maha Besar dan Maha Kuasa Allah S.W.T. atas apa yang diciptakanNya sebab dengan terbuka, penulis menuturkan kesempurnaan manusia sebagai ciptaaan Allah dibandingkan makhluk lainnya; kedua, kita dapat merenungi akan diri kita (manusia) serta memahami lebih jauh akan tempat atau keberadaan jiwa dan ruh dalam tubuh kita; ketiga, setelah mengetahui bahwa kita adalah makhluk yang sempurna, akan membangun rasa syukur pada Allah S.W.T. dengan demikian, jalan dekatNya sedang kita lalui, itulah makna tasawwuf.

Kini kita menjadi tahu bahwa jiwa dan ruh itu berbeda. Namun keduanya memiliki hubungan yang terikat satu dengan yang lain. Tidak akan ‘berfungsi’ dengan baik seorang manusia apabila jiwa dan ruhnya tidak saling berinteraksi dengan baik. Jiwa ada sebagai akibat bersatunya ruh dengan badan. ruhlah yang menjadikan manusia hidup, dan selama manusia itu hidup, mereka dapat menentukan pilihan hidupnya karena ada peranan jiwa di dalam tubuh manusia.

Keimanan lagi down

bunyi alarm HP membangunkanku, setelah mematikannya aku bangun dan pergi ke kamar mandi untuk buang air kecil, lalu aku tidur lagi. baru azan subuh aku bangun dan pergi ke masjid dengan diiringi hujan gerimis.
tidak seperti biasa... tengah malam biasanya aku sholat dulu, lalu zikir menjelang subuh..tapi belakangan ini, kebiasaan itu menjadi tidak biasa lagi. Mengapa hal ini terjadi !, apakah keimanan
yang lagi turun atau kondisi tubuh yang kurang fit. Memang beberapa hari ini aku batuk pilek ..
tapi apakah sakit seperti itu mampu menghalangi kita untuk beribadah. dan aku yakin saat ini keimanan aku harus pupuk lagi.